Saat tanah menghimpit jasad. Gelap, sempit, dan pengap. Kala para
pelayat meninggalkan kita. Dua malaikat: Munkar dan Nakir datang membawa
beberapa pertanyaan ujian. Ujian akhir yang menentukan sengsara dan
bahagianya seorang hamba.
Tak seorang pun manusia yang mengingkari bahwa dirinya pasti mati. Tidak
ada yang kekal abadi di dunia ini, kecuali Rabbul ‘alamin. Firman Allah
yang artinya, “Setiap jiwa akan merasakan mati, lalu kepada kami kalian
akan dikembalikan.” [Al-‘Ankabut:57] mengingatkan bahwa kita akan
kembali kepada-Nya. Namun, sebagian besar kita lalai terhadap hari
tersebut, lalai dari mempersiapkan kebutuhan di hari-hari setelahnya.
Kita sibuk dengan dunia yang fana ini dan lupa terhadap kehidupan abadi
kita. Padahal, sejatinya kita di dunia ini sebatas berteduh dalam sebuah
perjalanan yang hanya sebentar, tak menetap, dan tak bermukim.
“Jika seorang hamba yang beriman meninggalkan dunia dan menuju akhirat,
turunlah kepadanya malaikat dari langit yang berwajah putih bersih
seperti matahari. Mereka membawa kafan dari kafan-kafan surga dan
wewangian dari wewangian surga. Kemudian, mereka duduk sejauh mata
memandang. Lalu, datanglah malaikat pencabut nyawa. Dia lalu duduk di
dekat kepalanya sambil berkata, ‘Keluarlah wahai jiwa yang tenang,
keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah.’ Keluarlah jiwanya dengan
mengalir bagaikan mengalirnya tetesan air dari tempatnya. Malaikat
pencabut nyawa kemudian mengambil ruh orang tersebut. Langsung, para
malaikat yang membawa kafan dan wewangian tadi tidak membiarkan ruhnya
sekejap mata pun berada di tangan malaikat maut. Mereka pun lantas
meletakkannya pada kain kafan dan wewangian tersebut.
Ruh itu mengeluarkan bau wangi yang melebihi bau wangi misik di muka
bumi. Para malaikat kemudian naik ke langit dengan membawa ruh tersebut.
Mereka tidak melewati satu malaikat pun kecuali pasti bertanya, “Bau
apa yang sangat wangi ini?”
Para malaikat pembawa ruh itu menjawab, “Ini adalah ruh Fulan bin
Fulan.” Mereka menyebut nama-namanya yang paling baik sewaktu berada di
dunia. Para malaikat bertanya seperti itu hingga dia sampai di akhir
langit dunia. Mereka kemudian memohon agar dibukakan pintu langit
untuknya. Lalu dibukakanlah baginya pintu langit tersebut. Semua
malaikat yang dekat dengannya dari setiap langit mengantarkannya sampai
ke langit berikutnya hingga mereka sampai ke langit yang ketujuh.
Setelah mereka sampai ke langit yang ketujuh. Allah ‘azza wa jalla
berfirman, ‘Tulislah catatan hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin lalu
kembalikanlah dia ke bumi karena Aku telah menciptakan mereka darinya,
kepadanya Aku kembalikan, dan darinya Aku mengeluarkannya sekali lagi.’
Ruhnya kemudian dikembalikan ke bumi, lalu datanglah dua orang malaikat
yang kemudian mendudukkannya, Mereka lantas bertanya kepadanya,
‘Siapakah Rabbmu?’ Ia menjawab, ‘Rabbku adalah Allah .’
Kedua malaikat itu bertanya lagi, ‘Apakah agamamu?’ Ia menjawab, ‘Agamaku adalah Islam.’
Kedua malaikat itu bertanya lagi, ‘Siapakah laki-laki ini yang telah diutus di tengah-tengah kalian?”
Ia menjawab, ‘Beliau adalah Rasulullah.’
Malaikat itu bertanya, ‘Dari mana kamu tahu?’
Ia menjawab, ‘Aku membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.’
Lalu terdengarlah seruan dari langit, ‘Hamba-Ku ini benar, maka
hamparkanlah untuknya hamparan dari surga, berilah ia pakaian dari
surga, dan bukakanlah untuknya pintu surga.’
Kemudian, dia pun merasakan bau dan wanginya surga lalu diluaskan
kuburannya sejauh mata memandang. Selanjutnya, datanglah seorang
laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata,
‘Berbahagialah dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari
kebahagiaan Anda yang telah Allah janjikan.’ Orang beriman tersebut
bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan.’
Ia menjawab, ‘Aku adalah amal shalihmu.’
Orang beriman itu kemudian berkata, ‘Wahai Rabbku, datangkanlah hari
kiamat. Rabbku datangkanlah hari kiamat sehingga aku dapat kembali pada
keluarga dan hartaku.’
Hadits di atas adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad
dari sahabat Al-Barra` bin ‘Azib Radhiyallohu'anhu. Inilah sepenggal
kisah yang Rasulullah ` sampaikan kepada kita untuk menggambarkan
perjalanan kita setelah malaikat maut mencabut nyawa kita jika kita
seorang hamba yang shalih. Manis untuk didengar apalagi jika terealisasi
pada diri kita.
Namun, nikmatnya kehidupan alam barzakh -demikian pula kehidupan
setelahnya- bukan didapat tanpa adanya ujian. Dalam hadits di atas,
seseorang yang masuk ke dalam kubur akan ditanyai tiga pertanyaan yang
sering disebut dengan‘fitnah qubur’ (ujian kubur). Jika dia lulus ujian
ini, niscaya dia akan mendapatkan kehidupan yang bahagia, jika tidak,
niscaya dia akan sengsara.
Ketiga pertanyaan ini adalah pokok landasan kaum muslimin dalam
beragama. Yakni, mengenal siapa Rabb kita, apa agama kita, dan siapa
Nabi kita. Bisa atau tidaknya kita menjawab tiga pertanyaan ini akan
sangat ditentukan iman kita di dunia. Allah telah berfirman:
“Allah mengokohkan orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dunia
dan di akhirat.” [Q.S. Ibrahim:27]. Yakni, ucapan yang kokoh ketika
menjawab pertanyaan di alam kubur sebagaimana hal ini Rasulullah
sholallohu'alaihi wasallam tegaskan dalam sebuah hadits yang shahih
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Nah, jika kita menginginkan agar bisa menjawab pertanyaan ini di kubur
kita kelak, kita harus mengerti dan mengimani ketiga poin yang akan
ditanyakan.
Siapa Rabbmu
Rabb adalah Dzat yang menciptakan, memelihara, mengatur, memberi kita
rezeki, dan sebagainya. Tentu kita semua mengetahui bahwa Rabb kita
adalah Allah semata.
Akan tetapi, penting untuk kita ketahui, pokok landasan pertama ini
tidak hanya berhenti di sini. Pokok landasan pertama ini tidak hanya
kita meyakini Allah sebagai Rabb. Kita juga harus mengetahui hak-hak
Rabb kita dan konsekuensi pengakuan kita. Seseorang yang mengakui bahwa
Rabbnya hanya Allah, dia harus beribadah kepada Allah semata. Pengamalan
konsekuensi inilah yang membedakan antara seorang muslim dengan seorang
kafir. Meskipun seseorang telah mengetahui bahwa Rabbnya adalah Allah,
tetapi jika dia tidak beribadah kepada Allah semata, maka dia belum
masuk Islam karena dia belum berserah diri hanya kepada Allah. Keadaan
orang ini seperti keadaan orang musyrikin pada zaman Rasulullah
sholallohu'alaihi wasallam. Allah berfirman kepada Nabi-Nya
sholallohu'alaihi wasallam sebagai tantangan kepada kaum musyrikin zaman
beliau:
“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi kalian rezeki dari langit dan bumi?
Atau siapakah yang memiliki (kekuasaan untuk menciptakan) pendengaran
dan penglihatan? Dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang
mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan?’ Maka mereka (kaum musyrikin) akan menjawab,
‘Allah.’ Maka Katakanlah, ‘Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?’”
[Q.S. Yunus:31].
Demikianlah, mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang
menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur alam, tetapi mereka masih
melakukan peribadahan kepada selain Allah, berupa: penyembelihan untuk
sesembahan mereka (baik patung, pohon -seperti berhala ‘Uzza yang berupa
pohon-, batu, kuburan -seperti berhala Latta yang merupakan kuburan
orang shalih-, dan lainnya), merasa takut terjadinya bala jika mereka
tidak memberikan kurban, berharap bahwa apa yang dia ibadahi itu
memberikan hajat yang ia minta. Inilah yang membuat mereka masih
diperangi Rasulullah ` hingga mereka melafalkan kalimat tauhid dan
benar-benar mengamalkannya.
Seseorang yang mengakui Rabbnya adalah Allah juga harus mengakui semua
asma` (nama-nama) dan shifat al-husna(sifat-sifat yang baik) hanyalah
hak-Nya semata. Tidak ada makhluk yang menyamai hakikat asma` dan shifat
ini.
Apa Agamamu
Islam adalah agama kita. Makna Islam secara umum adalah menyerahkan diri
kepada Allah dengan bertauhid, patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan
berlepas diri dari kesyirikan dan pemeluknya. Makna Islam secara umum
ini adalah Islam yang dibawa oleh keseluruhan para Nabi dan Rasul sejak
Adam, hingga Rasulullah Muhammad sholallohu'alaihi wasallam.
Sedangkan secara khusus, Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah
Muhammad sholallohu'alaihi wasallam serta peribadahan yang beliau
tuntunkan. Kita harus memahami agama ini dengan mengikuti Rasulullah `.
Karena, beliau adalah perantara antara kita dengan Allah. Maksudnya,
beliaulah yang menyampaikan agama Allah kepada kita. Kita tidak
diperbolehkan membuat suatu ibadah dari akal kita sendiri baik dari segi
tata caranya, jumlahnya, waktunya, dan tempatnya. Demikian pula, kita
tidak diperbolehkan mengutamakan suatu tata cara, jumlah, waktu, dan
tempat tertentu tanpa ada keterangan dari beliau sholallohu'alaihi
wasallam. Karena, ibadah adalah sesuatu yang dicintai oleh Allah dan
kita tidak bisa mengetahui sesuatu dicintai oleh Allah atau tidak
kecuali melalui penjelasan beliau. Maka, beliau lah satu-satunya jalan
bagi kita untuk mengetahui mana ibadah yang benar dan sah.
Siapa Nabimu
Nabi yang diutus kepada kita adalah Nabi Muhammad sholallohu'alaihi
wasallam. Beliau diutus kepada seluruh jin dan manusia, tidak terkhusus
kepada kaum Arab saja. Syariat beliau menghapus syariat sebelumnya.
Semua orang wajib beriman kepada beliau sholallohu'alaihi wasallam.
Beliau sholallohu'alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Tidak ada
seorang pun yang mendengar aku dari umat ini, baik Yahudi maupun
Nasrani, kemudian dia tidak beriman dengan apa yang aku bawa, kecuali
dia akan menjadi penduduk neraka.” [H.R. Muslim dari Abu Hurairah
Radhiyallohu'anhu].
Bahkan, Nabi Musa pun jika hidup pada zaman Nabi sholallohu'alaihi
wasallam, beliau harus mengikuti Nabi Muhammad sholallohu'alaihi
wasallam. Beliau bersabda:
“Seandainya Nabi Musa hidup di tengah-tengah kalian, tidak halal baginya
kecuali harus mengikutiku.” [H.R. Ahmad dari sahabat Jabir bin
Abdullah, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan, “hadits ini hasan”].
Beliau adalah Nabi dan Rasul yang terakhir. Tidak ada Nabi dan Rasul
lagi yang diutus setelah beliau sholallohu'alaihi wasallam. Allah ta’ala
berfirman:
“Bukanlah Muhammad itu ayah dari salah seorang laki-laki dari kalian,
tapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” [Q.S. Al-Ahzab:40].
Jika ada yang bertanya, “Nabi Isa 'alaihissalam suatu saat akan turun ke
bumi. Apakah dia bukan menjadi seorang Nabi? Bukankah seharusnya beliau
adalah Nabi terakhir?”
Jawabannya, ketika Nabi Isa 'alaihissalam turun ke muka bumi kelak
menjelang hari kiamat, beliau menggunakan syariat Nabi Muhammad
sholallohu'alaihi wasallam. Oleh karena itu, beliau bukanlah terhitung
sebagai Nabi baru.
Demikianlah sekilas mengenai tiga landasan pokok yang wajib diketahui
tiap muslim. Tentu, apa yang kami tuliskan ini jauh dari mencukupi
seluruh aspek landasan pokok ini. Hanya saja, kami sebutkan sebagai
kisi-kisi yang harus diketahui seorang muslim. Rabbana arinal haqqa
haqqan warzuqnat tiba’ah, wa arinal bathila bathilan warzuqna ijtinabah
(Ya Rabb kami, perlihatkanlah bagi kami kebenaran sebagai kebenaran dan
berilah kami karunia untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah bagi kami
kebatilan sebagai kebatilan dan berilah kami anugerah untuk
menjauhinya). Amin.
Oleh : Abdurrahman dari: Buletin Tashfiyah
0 komentar:
Posting Komentar